June 4, 2009

Bikin pusing..

Kadang bingung mendengarkan orang dengan keunggulan ilmu tertentu berkoar-koar di bidang ilmu lain, apalagi kalau dia mengusung poster/grafik.

Itu yang terjadi watu saya melihat interview LetJen Prabowo di TV-1 beberapa waktu lalu. Beliau klaim bahwa sistem perekonomian salah karena selama ini selisih antara penerimaan ekspor dan pengeluaran impor tidak tercermin dalam akumulasi kekayaan devisa kita.

Dengan benar, beliau bilang bahwa sejak dulu akumulasi cadangan devisa kita di Bank Indonesia tidak pernah naik dari US$50 milyar sekian.. Dengan bantuan latar belakang grafik besar, beliau juga tunjukkan angka surplus ekspor terhadap impor kita yang cukup besar. Bahkan, kalau saya hitung dari angka Neraca Pembayaran BI, surplus neraca perdagangan barang (balance of trade in goods) per-tahun dari 2004-2008 sebesar US$20 milyar, US$ 17 milyar, US$29.6 milyar, US$ 32.7 milyar, dan US$ 22 milyar.

Jadi, kalau mengikuti argumen Pak Prabowo, dari tahun 2004-2008 saja, seharusnya ada peningkatan cadangan devisa sebesar paling tidak US$120 milyar !! Sementara itu. .devisa yang dipegang Bank Indonesia, kok hanya US$50 milyar???

Lebih afdhol lagi, paparan tersebut dilengkapi dengan tudingan bahwa pemerintah (dan Bank Indonesia tentunya) tidak becus mengelola perekonomian.. Lebih runyam lagi pertanyaan seperti "dikemanakan uang rakyat", "bagaimana ini kekayaan kita dikuras", "sistem ekonomi apa ini" dsb.. ikut keluar.

Rasanya perlu diakui, pertanyaan Pak Prabowo amat sangat bagus. Tetapi perlu dijelaskan bahwa urusan cadangan devisa ini tidak segampang mengurangi dua angka ekspor minus impor dan kalau kurang dari itu berarti ada maling atau dicuri orang asing

Pertama, trade balance adalah bagian dari identitas pendapatan nasional (PDB) yang tidak dapat dibaca sepotong-sepotong. Trade balance bukan berapa yang seharusnya Indonesia dapat, melainkan bagaimana pendapatan Indonesia (PDB) dialokasikan ke dalam aktivitas berbeda (expenditure allocation). Jika ingin melihat berapa yang Indonesia dapat, maka perlu konstruksi PDB lewat pendekatan pendapatan (income approach) yang sampai sekarang kita belum punya (Indonesia punya 2 versi pendekatan PDB: expenditure dan value added)

Kedua, ya tidak segampang itu bilang kalau ada selisih besar antar surplus ekspor impor dengan cadangan devisa maka negara ini penuh maling atau diperkosa asing (diperkosa koruptor dalam negeri sih mungkin)

Devisa dari surplus trade balance masih harus ditambah atau akan dipergunakan oleh aktivitas-aktivitas lainnya.

Di Neraca Pembayaran, ada komponen Neraca Jasa (service balance) dan Neraca Modal yang mempengaruhi posisi akhir perubahan devisa kita. Neraca Jasa memperlihatkan surplus/defisit transaksi jasa seperti telekomunikasi, transportasi (naik Garuda atau SQ), cargo, bayar konsultan bule, dsb. Sepanjang yang saya tahu, Neraca Jasa Indonesia selalu defisit.

Kemudia ada Neraca Modal (capital account) yang memperlihatkan selisih modal masuk/keluar dalam bentuk penanaman modal tetap (Toyota buka pabrik, SingTel beli Telkom, orang Arab bikin hotel, Indofood buka pabrik di Afrika, Djarum buka pabrik di Brazil, dsb.) dan potfolio (surat berharga). Total dari trade balance, service balance dan capital account itu adalah secara teori adalah perubahan cadangan devisa (tentunya setelah penyesuaian karena kesalahan pencatatan dsb). Kalau pakai pendekatan ini, maka secara teoretis selama 2004-2008 Indonesia mengalami peningkatan cadangan devisa sekitar US$25 milyaran, bukan US$ 120 milyaran seperti klaim LetJen Prabowo

Belum tentu ada yang salah Jenderal, cuma itung-itungan Bapak belum tuntas saja

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home